Pendahuluan
Sekitar awal bulan Maret 2009 saya mengikuti pelatihan Training Needs Assessment (TNA) atau analisis kebutuhan diklat di Jakarta selama 10 hari yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Tenaga Administrasi Departemen Agama, betapa terkejutnya saya bahwa pelatihan TNA ini adalah pelatihan untuk pertama kalinya yang diadakan oleh Pusdiklat, jadi selama ini pusdiklat hanya menerima peserta berdasarkan permintaan dan kuota yang telah ditentukan. Terdetik dalam hati, bagaimana Pusdiklat Departemen Agama atau Balai Diklat Keagamaan akan mendapatkan pelaksanaan diklat yang efektif dan efesien, jika tidak melaksanakan training needs assessment (TNA) ?
Diklat dianggap sebagai faktor penting dalam peningkatan kinerja pegawai, proses dan organisasi, sudah luas diakui. Tapi masalahnya banyak diklat yang diselenggarakan oleh suatu organisasi tidak atau kurang memenuhi kebutuhan sesungguhnya. Misalnya yang diperlukan sesungguhnya adalah pelatihan B. akibatnya investasi yang ditanamkan melalui diklat kurang dapat dilihat hasilnya. Lebih parah lagi perlu tidaknya suatu diklat mudah digugat. Inilah tantangan yang dihadapi oleh bagian kepegawaian di setiap Kanwil Dep. Agama, Balai Diklat Keagamaan hingga Pusdiklat Departemen Agama saat ini. Timbulnya masalah ini tentu disebabkan banyak hal. Salah satunya terletak pada Training Needs Assessment (TNA)-nya yang tidak pernah dilakukan dengan benar.
Pentingnya Training Needs Assessment
Dalam konteks pelaksanaan diklat yang diselenggarakan pemerintah, maka hal yang perlu ditinjau kembali adalah berkaitan pada penerapan kurikulum, penerapan metode (teknik dan materi) serta pemilihan sasaran (peserta) diklat dan yang benar-benar sesuai/relevan dengan tujuan yang hendak dicapai. Penelaahan atas hal tersebut adalah akan lebih tepat bila kita mengkajinya dengan suatu pendekatan yang disebut sebagai atau analisis kebutuhan diklat (training needs assessment). Penilaian kebutuhan akan diklat menjadi hal penting mengingat diklat kepada pegawai negeri sipil (PNS) masih tetap perlu untuk dilanjutkan penyelenggaraannya dalam kerangka terus mengembangkan atau meningkatkan sumber daya manusia (aparatur pemerintah).
Kebutuhan menurut Briggs (dalam Konsep Dasar AKD LAN, 2005 : 9) adalah “ketimpangan atau gap antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya”. Gilley dan Eggland (dalam Konsep AKD LAN, 2005 : 9) menyatakan bahwa kebutuhan adalah “kesenjangan antara seperangkat kondisi yang ada pada saat sekarang ini dengan seperangkat kondisi yang diharapkan. Kebutuhan pelatihan dapat diketahui sekiranya terjadi ketimpangan antara kondisi (pengetahuan, keahlian dan perilaku) yang senyatanya ada dengan tujuan-tujuan yang diharapkan tercipta pada suatu organisasi. Kebutuhan pendidikan (education needs) atau kebutuhan pelatihan (training needs) adalah kesenjangan yang dapat diukur antara hasil-hasil yang ada sekarang dan hasil-hasil yang diinginkan atau dipersyaratkan. Tidak semua kesenjangan atau kebutuhan mempunyai tingkat kepentingan yang sama untuk segera dipenuhi. Maka antara kebutuhan yang dipilih dengan kepentingan untuk dipenuhi kadang terjadi masalah atau “selected gap”.
Analisis Kebutuhan Diklat menurut Rosset dan Arwady (dalam Konsep Dasar AKD LAN) menyebutkan bahwa “Training Needs Assessment (TNA) adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam analisis untuk memahami permasalahan kinerja atau permasalahan yang berkaitan dengan penerapan teknologi baru. Dinyatakan Rosset bahwa Training Needs Assessment yang selanjutnya disebut analisis kebutuhan diklat atau penilaian kebutuhan Diklat sering kali di sebut pula sebagai analisis permasalahan, analisis pra diklat, analisis kebutuhan atau analisis pendahuluan.
Ilyoid A. Stanley dalam Taudjiri (2001) mengemukakan pentingnya analisis kebutuhan pelatihan sebagai berikut :
- It is impsible to develop training objectives appropriate if training needs are not properly assessed.
- Not every problem will respond to a training solution. It is therefore necessary to separate those problem that will respond to training solution from those which require other forms of intervention. This is facilitated by the proper assessment of training needs.
- The proper assessment of training needs allows for meaningful follow-up to take training activity, in term of providing for the application of new knowledge and skill in the job.
Analisi kebutuhan diklat memegang peran penting dalam setiap program diklat, sebab dari analisis ini akan diketahui diklat apa saja yang relevan bagi suatu organisasi pada saat ini dan juga dimasa yang akan datang, yang berarti dalam tahap analisis kebutuhan diklat ini dapat diidentifikasi jenis diklat apa saja yang dibutuhkan oleh pegawai dalam pengemban kewajibannya.
Rasionalisasi Pelatihan dan Pengembangan
Secara pragmatis program pelatihan dan pengembangan memiliki dampak positif baik bagi individu maupun organisasi. Smith (1997) menguraikan profil kapabilitas individu berkaitan dengan skill yang diperoleh dari pelatihan dan pengembangan. Seiring dengan pengusaan keahlian atau keterampilan penghasilan yang diterima individu akan meningkat. Pada akhirnya hasil pelatihan dan pengembangan akan membuka peluang bagi pengembangan karier individu dalam organisasi. Dalam konteks tersebut peningkatan karier atau promosi ditentukan oleh pemilikan kualifikasi skill. Pelatihan dan pengembangan memberi penguatan bagi individu dengan memberi jaminan job security berdasarkan penguasaan kompetensi yang dipersyaratkan organisasi.
- Training and devolopment has the potensial to improve labour productivity;
- Training and devolopment can improve quality of that output, a more highly trained employee is not only more competent at the job but also more aware of the significance of his or her action;
- Training and development improve the ability of the organisation to cope with change; the succesful implementation of change wheter technical (in the form of new technologies) or strategic (new product, new markets, etc) relies on the skill of the organisation’s member. (Smith dalam prinsip-prinsip manajemen pelatihan, Irianto jusuf, 2001).
Disaat kompetisi antar organisasi berlangsung sangat ketat, persoalan produktivitas menjadi salah satu penentu keberlangsungan organisasi disamping persoalan kualitas dan kemampuan karyawan. Program pelatihan dan pengembangan SDM dapat memberi jaminan pencapaian ketiga persoalan tersebut pada tingkat organisasional.
Gejala Pemicu Pelatihan dan Pengembangan
Terdapat beberapa fenomena organisasional yang dapat dikategorikan sebagai gejala pemicu munculnya kebutuhan pelatihan dan pengembangan. Tidak tercapainya standar pencapaian kerja, karyawan tidak mampu melaksanakan tugasnya, karyawan tidak produktif, tingkat penjualan menurun, tingkat keuntungan menurun adalah beberapa contoh gelaja-gejala yang umum terjadi dalam organisasi. Gejala yang ditimbulkan oleh kondisi tersebut menurut Blanchard and Huszczo (1986) mencontohkan terdapat tujuh gejala utama dalam organisasi yang membutuhkan penanganan yaitu :
- low productivity;
- high absenteeism;
- high turnover;
- low employee morale;
- high grievances;
- strike;
- low profitability.
Ketujuh gejala tersebut sangat umum dijumpai dalam organisasi yang dapat disebabkan oleh setidaknya tiga faktor yang meliputi : kegagalan dalam memotivasi karyawan, kegagalan organisasi dalam memberi sarana dan kesempatan yang tepat bagi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, kegagalan organisasi memberi pelatihan dan pengembangan secara efektif kepada karyawan.
Dalam situasi itulah program pelatihan sangat mengandalkan training need assessment (TNA) atau analisis kebutuhan pelatihan. Dan berorientasi kepada pengembangan karyawan meliputi :
- Adanya pegawai baru, Memberikan orintasi pekerjaan atau tugas pokok organisasi kepada pegawai yang baru direkrut sebelum yang bersangkutan ditempatkan pada salah satu unit organisasi;
- Adanya peralatan kerja baru, Mempersiapkan pegawai dalam penggunaan peralatan baru dengan teknologi yang lebih baru, sehingga tidak terjadi adanya kecelakaan kerja dan meningkatkan efesiensi kerja;
- Adanya perubahan sistem manajemen/administrasi birokrasi Mempersipakan pegawai dalam melakukan pekerjaan dengan menggunakan sistem yang baru dibangun;
- Adanya standar kualitas kerja yang baru, Mempersiapkan pegawai dalam melakukan pekerjaan dengan menggunakan sistem yang baru dibangun;
- Adanya kebutuhan untuk menyegarkan ingatan, Memberikan nuansa baru/penyegaran ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki;
- Adanya penurunan dalam hal kinerja pegawai, Meningkatkan kualitas kinerja pegawai sesuai dengan tuntutan perkembangan lingkungan strategis;
- Adanya rotasi/relokasi pegawai, Meningkatkan pegawai dalam menghadapi pekerjaan dan situasi kerja yang baru
Tahapan Training Needs Assessment (TNA)
Pada tahap pertama organisasi memerlukan fase penilaian yang ditandai dengan satu kegiatan utama yaitu analsis kebutuhan pelatihan. Terdapat tiga situasi dimana organisasi diharuskan melakukan analisis tersebut : yaitu : performance problem, new system and technology serta automatic and habitual training.
Situasi pertama, berkaitan dengan kinerja dimana karyawan organisasi mengalami degradasi kualitas atau kesenjangan antara unjuk kerja dengan standar kerja yang telah ditetapkan.
Situasi kedua, berkaitan dengan penggunaan komputer, prosedur atau teknologi baru yang diadopsi untuk memperbaiki efesiensi operasional organisasi.
Situasi ketiga, berkaitan dengan pelatihan yang secara tradisional dilakukan berdasarkan persyaratan-persyaratan tertentu misalnya kewajiban legal seperti masalah kesehatan dan keselamatan kerja.
TNA merupakan sebuah analisis kebutuhan workplace secara spesifik dimaksud untuk menetukan apa sebetulnya kabutuhan pelatihan yang menjadi prioritas. Informasi kebutuhan tersebut akan dapat membantu organisasi dalam menggunakan sumber daya (dana, waktu dll) secara efektif sekaligus menghindari kegiatan pelatihan yang tidak perlu.
TNA dapat pula dipahami sebagai sebuah investigasi sistematis dan komprehensif tentang berbagai masalah dengan tujuan mengidentifikasi secara tepat beberapa dimensi persoalan, sehingga akhirnya organisasi dapat mengetahui apakah masalah tersebut memang perlu dipecahkan melalui program pelatihan atau tidak.
Analisis kebutuhan pelatihan dilakukan melalui sebuah proses tanya jawab (asking question getting answers). Pertanyaan diajukan kepada setiap karyawan dan kemudian membuat verifikasi dan dokumentasi tentang berbagai masalah dimana akhirnya kebutuhan pelatihan dapat diketahui untuk memecahkan masalah tersebut.
Masalah yang membutuhkan pelatihan selalu berkaitan dengan lack of skillor knowledge sehingga kinerja standar tidak dapat dicapai. Dengan demikian dapat disimpulkan kinerja aktual dengan kinerja situasional.
Fungsi Training Need Analysis
- mengumpulkan informasi tentang skill, knowledge dan feeling pekerja;
- mengumpulkan informasi tentang job content dan job context;
- medefinisikan kinerja standar dan kinerja aktual dalam rincian yang operasional;
- melibatkan stakeholders dan membentuk dukungan;
- memberi data untuk keperluan perencanaan
Hasil TNA adalah identifikasi performance gap. Kesenjangan kinerja tersebut dapat diidentifikasi sebagai perbedaan antara kinerja yang diharapkan dan kinerja aktual individu. Kesenjangan kinerja dapat ditemukan dengan mengidentifikasi dan mendokumentasi standar atau persyaratan kompetensi yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pekerjaan dan mencocokkan dengan kinerja aktual individu tempat kerja.
Tahapan TNA mempunyai elemen penting yaitu :
- identifikasi masalah
- identifikasi kebutuhan
- pengembangan standar kinerja
- identifikasi peserta
- pengembangan kriteria pelatihan
- perkiraan biaya
- keuntungan
Kesimpulan
Sumber daya manusia merupakan elemen utama organisasi dibandingkan dengan elemen lain seperti modal, teknologi, dan uang sebab manusia itu sendiri yang mengendalikan yang lain.
Pelatihan dan pengembangan dapat didefinisikan sebagai usaha yang terencana dari organisasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan pegawai.
TNA merupakan sebuah analisis kebutuhan workplace secara spesifik dimaksud untuk menentukan apa sebetulnya kabutuhan pelatihan yang menjadi prioritas. Informasi kebutuhan tersebut akan dapat membantu organisasi dalam menggunakan sumber daya (dana, waktu dll) secara efektif sekaligus menghindari kegiatan pelatihan yang tidak perlu. Semoga…
DAFTAR PUSTAKA
Hariandja, Marihot Tua Efendi (2002), Manajemen Sumber Daya Manusia : Pengadaan, Pengembangan, Pengkompensasian dan Peningkatan Produktivitas Pegawai, Grasindo Widiasarana Indonesia, Jakarta
Irianto Jusuf (2001), Prinsip-prinsip Dasar Manajemen Pelatihan (Dari Analisis Kebutuhan Sampai Evaluasi Program Pelatihan), Insani Cendekia, Jakarta
Mangkuprawira, Sjafri (2004), Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik, Ghalia Indonesia, Jakarta Selatan.
Mangkunegara, Anwar Prabu, (2006), Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, PT Refika Aditama, Bandung.
ijin share…
ok silahkan semoga bermanfaat…
Silahkan semoga bermanfaat…
Sangat membantu sekali…..izin nyedot artikelnya yah, bos….
Silahkan semoga bermanfaat…
bagus pak, tulissannya memperkaya jkazanah “manajemen pelatihan”
Ok makasih semoga bermanfaat…